Raihan dan Rania | PART 2
“Lho... Raihan?”
Suara itu membuat Rania dan Raihan
menoleh. Dihadapan mereka ini berdiri seorang perempuan cantik berjilbab pink
dengan setelan jeans dan sweater. Tatapannya hanya tertuju kepada Raihan, ia
tak menatap Rania sama sekali.
“Eh? Nindy?” ucap Raihan.
_________________________________________________________________________
.
.
.
“Kebetulan
banget ya kita ketemu disini” ucap perempuan itu sambil menyunggingkan senyum
yang menawan
“Apa
kabar Nin? Kuliah dimana sekarang?”
“Di
Jogja, Han. Lu kok sekarang tambah ganteng sih!” Rania yang mendengarnya
langsung melotot ke arah Raihan. Sementara Raihan yang melihat ekspresi Rania
hanya bisa terseyum kecil.
“Kamu
sama siapa, Nin? Mau nonton juga ya?” tanya Raihan yang berusaha mengalihkan
topik.
“Iya
nih tadinya aku mau nonton sendirian, tapi mumpung ada kamu kita nonton bareng
aja yuk! Kebetulan aku belum beli tiketnya”
“Oh
iya boleh kok, bareng aja. Ini seat aku, kamu pilih yang di sebelahku aja”
Rania
yang mendengar ucapan Raihan barusan langsung terlihat kesal. Gagal sudah
rencananya berduaan dengan Raihan. Ditambah lagi Nindy yang sama sekali tak
menganggap keberadaan Rania, atau bahkan sekedar menyapanya. Raihan pun tak
mengenalkan Rania pada Nindy. Sungguh menyebalkan!
Selama film diputar, Rania hanya diam saja.
Sementara Raihan dan Nindy asyik mengobrol. Rania sangat kesal. Raihan lah yang
mengajaknya menonton hari ini, tapi mengapa Raihan justru mengabaikannya.
Sungguh mood Rania hancur seketika.
Setelah
film selesai, mereka bertiga keluar bioskop. Nindy selalu berjalan di sebelah
Raihan, sementara Rania hanya mengikutinya dari belakang.
“Han,
kita makan dulu yuk! Aku pengen Ramen nih” ajak Nindy
“Dek
katanya kamu mau es krim?” tanya Raihan
Rania
hanya menggeleng lalu berkata
“Aku
ke toilet dulu ya mas”
“Yaudah
kalau gitu kita pesen makanan dulu yuk, Han” ajak Nindy sambil menarik lengan
Raihan
“Aku
tunggu disana ya dek” ucap Raihan sembari mengikuti Nindy
Rania
mendengus kesal. Ia benar-benar marah. Ia tak ingin ada diantara Nindy dan
Raihan lagi. Rania terlalu malas mendengar obrolan mereka yang membosankan.
Rania berdiri di depan toilet. Ia memutuskan untuk pulang sendirian. Rania
sangat marah kepada Raihan. Entah Raihan
peka atau tidak yang jelas mood baik Rania benar-benar sudah hilang. Rania pun
menghubungi sahabatnya, Cici.
Rania
menghembuskan nafas panjang. Hati nya sesak. Disaat seperti ini ia tak boleh
merepotkan orang lain, apalagi sahabatnya. Rania memutuskan untuk naik ojol
saja karena bila ia dijemput Cici pasti Raihan akan melarangnya. Tiba-tiba
ponsel Rania berdering. Tampak di layar ponselnya panggilan masuk dari Raihan. Sebenarnya
Rania malas menerima telepon itu, tapi ia tak ingin pergi tanpa pamit.
[Dalam telepon]
“Dimana dek? Kok lama?” tanya Raihan
“Aku pulang duluan ya Mas, tiba-tiba ada
rapat mendadak di sekre”
“Eh? Sekarang? Aku antar ya”
“Gak usah, aku udah terlanjur pesen ojol”
jawab Rania malas
“Batalin ojolnya. Aku yang anter. Enak aja
pulang sendirian, aku yang ajak kamu kesini kok harusnya pulangnya sama aku”
Omel Raihan
(“Kalo gitu kenapa aku dicuekin bambang!
Mentang-mentang ada cewek cantik!” )umpat Rania dalam hati
“Kamu gak kasian sama pak ojolnya cancel
cancel sembarangan. Udah ah aku gamau batalin”
“Astaghfirullah terus helm kamu gimana
ini?”
“Jual aja gapapa” jawab Rania singkat
dan langsung menutup sambungan teleponnya tanpa membiarkan Raihan mengomel lagi.
(“Helm butut gitu emang ada yang mau
beli?”) batin Raihan.
___________________________________________________________________________
Sesamapainya
di kos, Rania mengempaskan tubuhnya keatas kasur. Ketenangan hari liburnya
benar-benar rusak gara-gara Raihan. Seharusnya hari ini mereka menikmati hari
libur berdua saja. Pikirannya melayang pada kejadian di bioskop tadi. Siapa sebenarnya
perempuan itu? Mengapa ia terlihat sangat akrab dengan Raihan? Kebiasaan seorang
perempuan yaitu menerka-nerka apa yang terjadi pada lelakinya, termasuk Rania.
“Mas Raihan terlihat bahagia sewaktu
berbicara dengan perempuan bernama Nindy tadi” ucap Rania lirih
“Sadarlah Rania. Wajar saja Mas Raihan
bahagia, Nindy itu kan temannya. Dan lagi Nindy sangat cantik, jika
dibandingkan dengan dirimu... ahh kamu ini hanya seperti nyamuk diantara mereka” batin Rania
Saat Rania berkecamuk dengan pikirannya
sendiri, tiba-tiba Cici datang tanpa permisi mengagetkan Rania yang tengah
sibuk dengan lamunannya.
“Haii
beb... gimana kencanmu hari ini? Sapa Cici yang terlihat sumringah
“Kencan
apaan, udah Ci aku males bahas itu” jawab Rania ketus
“Eh
kenapa?”
Rania terduduk, lalu menatap Cici sambil
bertanya
“Ci...
aku ini gak cantik ya?”
“Hahaha
tumben tanya gitu”
“Ihh...
Cici, Aku serius”
“Kamu
itu cantik beb, siapa yang bilang kamu gak cantik?”
“Tapi
di mata Mas Raihan, kayaknya aku gak cantik deh, Ci”
“Mas
Raihan bilang gitu?”
“Enggak
sih...”
Cici
menghela nafas panjang sambil menatap serius wajah Rania
“Kamu
itu cantik. Semua wanita didunia ini terlahir cantik. Tergantung dari sisi mana
kita memandang. Kalau kita memandang dari sisi yang salah, maka wanita akan
terlihat jelek. Oleh karena itu kita dilarang untuk memandang hanya dari fisik
saja. Kalau semua orang hanya memandang dari fisik saja, untuk apa diciptakan
hati beserta perasaannya?”. Rania tersenyum mendengar ucapan Cici
“Lagipula
kelemahanmu bukan karena cantik atau tidak cantik”
“Terus
apa?” Tanya Rania penasaran
“Kamu
cantik hanya saja Kamu bodoh, Pelupa, dan ngambekan” ucap Cici sambil tertawa
“Ck
kalau itu gak usah dijelaskan lagi, semua orang juga udah tau!” jawab Rania
sambil melemparkan bantal ke muka Cici. Mereka berdua tertawa.
Tiba-tiba
ponsel Rania berdering. Rania menatap layar ponselnya, terlihat nama Raihan ada
disana
[Aku
di depan kos kamu, Dek. Keluar sebentar]
“Tuh
buruan temuin. Ntar nyesel loh”
“Cici
aku males banget ngomong sama Mas Raihan. Kamu aja ya yang keluar” Rengek Rania
“Eh
kok malah aku sih. Gak mau ah”
“Anjirrr
ngapain juga sih tuh orang kesini. Orang akunya lagi badmood” Gerutu Rania
sambil berjalan ke arah gerbang
(pintu
gerbang terbuka)
“Apa!”
“Ya
Allah Dek gak usah teriak juga kali, Mas gak budeg”
“Mau
ngapain?”
“Ini
helm kamu”
“Jauh-jauh
kesini Cuma mau nganterin helm?”
“Masa
aku harus bawa-bawa helm kamu sih”
“Yaudah.
Udah kan?” jawab Rania sambil menyambar helmnya
“Ngambek
kenapa sih? Heran. Perasaan tadi baik-baik aja”
Memang
dasar Raihan tidak peka. Ingin rasanya Rania menampol wajah gantengnya supaya
sadar. Sayangnya Rania takut kualat nampolin anak orang.
“Dek
kok diem? Beli es krim yuk. Kataanya tadi pengen es krim”
“Udah
gak nafsu. Pulang aja kamu mas. Aku mau nugas sama Cici”
Tanpa
berpamitan, Rania langsung menutup gerbang kosnya. Meninggalkan Raihan yang
melongo dengan sikap kekanak-kanakan Rania.
“Gimana?”
tanya Cici ketika Rania memasuki kamarnya dengan wajah cemberut
“Kesini
Cuma mau ngembaliin helm”
“Hahahah
ciee kecewa ya”
“Banget”
jawab Rania sambil tersenyum miris.
Baru
saja Rania hendak merebahkan tubuhnya di kasur, tiba-tiba ponselnya berdering. Sebuah
panggilan masuk.
“Raihan
lagi?” tanya Cici yang melihat ekspresi Rania. Rania hanya mengangguk.
“Apa
lagi?”
“Keluar
sebentar dong...”
“Apasih
aku sibuk”
“Cepetan”
Sambil
menghela nafas panjang, Rania keluar dan mendapati Raihan yang tengah duduk
diatas motor sambil tersenyum manis kearahnya. Oh god, Rania bisa pingsan hanya dengan melihat senyuman Raihan.
“Ada
apa?” tanya Rania
“Nih”
ucap Raihan sambil menyodorkan bungkusan kresek putih alf*m*rt
Rania
menatap bingung lalu membuka bungkusan tersebut
“Es
krim?” tanya nya pada Raihan
“Tadi
katanya mau es krim” ucap Raihan sambil mengusap kepala Rania
Demi
upil Neptunus, Rania ingin pingsan saat itu juga. Kakinya terasa lemas. Muka
Rania merah padam seperti kepiting rebus. Hanya karena Rania yang masih menjaga
image, ekspresinya tetap jutek. Padahal di dalam hati ia sudah tak kuat ingin
bersorak.
“Muka
mu kok merah, Dek? Kamu demam ya?”
Anjirrr ancen ra peka mas e ki !
“Makasih es krim nya. Mas pulang aja. Sudah malam”
“Iya
deh iya. Dimakan ya es krim nya. Bagi ke Cici juga”
Raihan tersenyum sambil menyalakan motornya. Setelah
Raihan menghilang dari pandangan Rania, sontak Rania langsung berlari ke kamar
dan memeluk Cici. Cici yang sedang fokus menonton drama korea tentu saja kaget.
“Ada
apa sih!” teriak Cici
“AAA
CICI MAS RAIHAN CIIIII”
“Mas
Raihan kenapa?” tanya Cici yang ikutan panik
“MAS
RAIHAAAANN” Rania histeris
“Heh
kenapaaaa!?”
“MAS
RAIHAN MENGOYAK-NGOYAK HATIKUUUU”
“Ck
kirain kenapa!” teriak Cici yang mulai kesal
Cici
hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah aneh Rania. Kini Rania yang
sedang bahagia itu tengah berguling-guling dikasur sambil bergumam
“Raihan...Raihan...”
Ok anggap saja Rania gila!.
__________________________________________________________________________
Keesokan
hari nya seperti biasa Rania berangkat kuliah. Kali ini ia berangkat bersama
Cici, karena ia masih kesal dengan Raihan meskipun itu hanya pura-pura saja. Sesampainya
di parkiran, mata Rania menangkap sosok yang tidak asing. Ya, siapa lagi kalau
bukan Raihan. Tetapi... Raihan sedang membonceng seorang perempuan yang tidak
asing juga bagi Rania. Ketika perempuan itu menoleh
“Nindy?”
ucap Rania lirih
“Hmm?
Kamu tadi bilang apa Ran?” tanya Cici yang kini ada di sebelah Rania.
Kenapa Nindy ada disini? Kenapa pula ia
berboncengan dengan Raihan? Bukannya Nindy kuliah di Jogja?
Berbagai
pertanyaan berekecamuk di kepala Rania saat ini
Comments
Post a Comment