Tentang Bapak

Ragamu yang kian ringkih tak menyurutkan niatmu untuk tetap mengais rezeki. Tatap mata sendumu, serak suaramu, senyum terbaikmu yang selalu kau tunjukkan pada anak-anakmu. Kau memang pekerja keras. Tak pernah sedetikpun kau meragukan akan rezeki dari Sang Maha Kuasa. Segala pekerjaan kau jalani, asalkan itu halal maka kau tak akan pernah menolak. Selama itu bisa memberimu pundi-pundi rupiah, kau takkan mengeluh.
Jalan gelap kau telusuri, panas menyengat kulit pun kau abaikan. Demi melihat senyum mengembang putri kesayanganmu ketika menerima uang saku darimu.
Bapak, kau bilang hidup tidak boleh pilih-pilih.
Maka aku pun akan begitu. Kau bilang hidup ini keras, ya memang benar. Aku bahkan hampir tak waras karenanya. Bahkan ketika putrimu yang jarang pulang karena berbagai alasan pun, kau tetap menuruti apapun kemauannya.
Bapak, ketahuilah. Aku sungguh ingin hidup kita berubah. Aku sungguh tak suka ketika mendengar suara-suara sumbang merendahkan kita. Sungguh aku tak ingin kembali ke kota itu. Kota penuh kenangan kelam yang aku pun tak ingin mengingatnya lagi.

Tapi sungguh, Bapak, aku bukannya tak rindu. Aku hanya ingin kembali ketika aku siap. Bukan karena tak merindukan kota kelahiranku. Semoga semuanya memahami perasaanku disini. Terlalu banyak hal-hal buruk yang terjadi di kota itu. Lalu apa yang kita tunggu lagi, Bapak? Tetapi aku akan selalu merindukanmu, Bapak. Tak apa bila tak bisa bertemu setiap hari. Asalkan masih bisa mendengar suaramu, aku tak apa.

Tetapi manusia bukanlah Tuhan yang hidup kekal. Manusia punya batas akhir kehidupan. Termasuk Bapak. Bagaimana mungkin? Ketika aku bahkan tak memiliki firasat apapun, tiba-tiba Bapak sudah pergi meninggalkan kita semua.
Bapak, bahkan aku belum sempat membawamu pergi dari sana, tetapi kau malah pergi sendirian. Lalu, bagaimana dengan aku? Bapak, bahkan aku belum menemukan pendamping hidup. Siapa yang akan menikahkan aku? Siapa yang akan mendampingi Ibu di hari bahagiaku, Bapak?

Bapak, apa yang harus aku lakukan?
Apakah aku harus merelakanmu? Merelakan kepergian Bapak yang aku tak terduga ini?
Baiklah. Pergilah Bapak. Terima Kasih telah merawat kami. Sekarang, aku adalah penggantimu. Akulah tulang bagi Ibu dan Adik. Tak perlu khawatir, Bapak. Aku punya tulang yang kuat untuk menopang kami semua.

Love,
Dadelion

Comments

Popular posts from this blog

CERPEN | Menikahimu

Raihan dan Rania | PART 4

Raihan dan Rania | PART 6