Raihan dan Rania | PART 5
“Mas Raihan? Eh ada Mbak Nindy juga” sapa
Rania
Dua orang yang tadinya sibuk memilih
bunga itu menoleh dan tampak terkejut melihat kehadiran Rania. Apalagi Raihan,
wajahya tampak mengeras.
_______________________________________________________________________________
Semenjak kejadian di Toko Kaktus
itu, hubungan antara Raihan dan Rania tidak sama lagi. Mereka seperti dua orang
asing. Tidak saling sapa, tidak saling bicara. Raihan berubah seratus delapan
puluh derajat. Ia tidak sama lagi. Seolah ada dinding es yang membatasi antara
Raihan dan Rania. Rania pun memutuskan untuk tidak memperdulikan apapun yang
berkaitan dengan Raihan. Hatinya terluka, batin nya kecewa. Begitulah Rania
saat ini.
Sudah dua bulan semenjak kejadian
di Toko Kaktus itu berlalu. Rania yang
tetap berusaha menjalani hari-harinya. Pun sama dengan Raihan. Ia tetap
disibukkan dengan skripsi nya. Semenjak hari dimana Rania menemukan lelaki yang
begitu ia cintai sedang- entahlah, Rania sendiri tidak paham. Mengapa Raihan
harus menyembunyikan bahwa “Urusan penting” yang Raihan maksud hari itu adalah
pergi bersama Nindy. Semenjak kejadian itu, Rania seolah tertampar atas apa
yang ada dihadapannya saat itu. Rania tersadar bahwa sebenarnya ia tak ada
artinya di mata Raihan.
[ F L A S H B A C K ]
“Mas Raihan? Eh ada Mbak Nindy juga” sapa
Rania
Dua orang yang tadinya sibuk memilih
bunga itu menoleh dan tampak terkejut melihat kehadiran Rania. Apalagi Raihan,
wajahya tampak mengeras.
“Rania?”, ucap Nindy terkejut, namun
berusaha mengontrol ekspresi terkejutnya
“Lagi nyari apa, Mbak? Mau beli bunga ya?”
balas Rania sambil tersenyum
“E-eh iya ini” jawab Nindy yang terdengar
agak gugup
“Yaudah
silahkan dilanjutkan Mbak. Aku duluan ya”ucap Rania sambil melambaikan tangan
dan melangkahkan kaki menjauhi dua orang tersebut
Yang
membuat Rania semakin kecewa adalah Raihan yang tak mengucapkan sepatah kata
pun ketika melihat kehadiran Rania. Tatapannya datar, namun Rania paham bahwa
Raihan terkejut. Terkejut atas kehadiran orang yang paling tidak diinginkan
Raihan.
“Apa
aku mengganggu mereka?” pikir Rania dalam hatii.
Semenjak
hari itu, sore itu Rania tersadar akan sesuatu. Bahwa senjanya sudah tak sama
lagi. Senja kala itu mengajarkan bahwa kehadirannya telah ditolak. Sekalipun ia
ingin menangis, tangisannya takkan mengubah keadaan. Senjanya akan tenggelam
bersama gelapnya malam. Ia takkan kembali, sekalipun ia diharapkan untuk kembali.
Yang bisa Rania lakukan hanyalah memohon pada gelapnya malam, pada kelamnya
awan hitam, pada ribuan bintang-bintang, untuk segera mengakhiri malam gelap
yang panjang. Hatinya sesak, jiwa nya terkoyak, ia ingin berteriak pada sang
pengendali alam, bahwa senja nya takkan kembali lagi. Bahwa senjanya tak lagi
sama.
[F L A S H B A C K
OFF]
_________________________________________________________________________________
Sore itu seperti biasa, Rania
sedang membaca novel yang baru dibelinya kemarin. Tere Liye, Berjuta Rasanya. Sambil
ditemani secangkir kopi susu yang selalu ada ketika Rania sedang bersantai
seperti saat ini. Tiba-tiba ponselnya berdering , ternyata panggilan masuk dari
Cici
“Halo
Ci, ada apa?”
“Kamu
lagi dimana?”
“Di
kos ini, kenapa?”
“Nanti
malem keluar yuk!”
“Mau
kemana?”
“Ke
Alun-alun Kidul mau nggak? Lagi ada pasar malem”
“Wahh
boleh tuh! Mau mau” jawab Rania antusias
“Oke
deh nanti ku jemput jam 7 malem ya”
“Iyaa
Ci”
Rania mematikan sambungan
teleponnya. Ia tersenyum. Akhirnya ia tak kesepian lagi. Memang, semenjak
kejadian di Toko Kaktus itu, Raihan dan Rania sama sekali tak berkomunikasi.
Raihan pun tak menghubungi Rania dan menjelaskan apa yang terjadi. Raihan
seolah hilang, hilang begitu saja. Rania pun tak berusaha mencarinya. Bagi
Rania, ia sudah merasa tertampar atas apa yang dilihatnya saat itu. Rania
seolah enggan terkesan memaksa Raihan untuk selalu bersamannya. Toh Rania
memang bukan siapa-siapanya Raihan. Biarlah Raihan memilih dunianya sendiri.
Rania benar-benar tak ingin mengganggu Raihan lagi.
(Play Music)
___________________________________________________________________________
Dilain tempat, disebuah kedai kopi
yang cukup nyaman, terlihat Raihan tengah sibuk dengan laptop di hadapannya. Sementara
Arga yang duduk di sebelahnya hanya sibuk memainkan game yang ada di ponselnya.
Sengaja Raihan mengajak Arga untuk nongkrong malam ini sembari ia mengerjakan
skripsinya. Entah mengapa malam ini perasaan Raihan begitu kalut. Ia tak ingin
sendirian, tapi juga sedang tak ingin diganggu. Maka dari itu ia sejak tadi
hanya fokus pada layar laptopnya tanpa memperdulikan keberadaan Arga disebelahnya. Dan entah kenapa pula Raihan hanya ingin
nongkrong bersama Arga malam ini. Sungguh aneh, seperti ada yang mengganggu
pikiran Raihan.
Raihan mulai membuka suara
“Kuliahmu gimana Ga?” tanya Raihan.
Arga yang semula hanya fokus pada layar ponselnya kemudian mengalihkan
perhatian pada Raihan
“Lancar-lancar aja kok. Kenapa?”
“Gakpapa” jawab Raihan singkat.
Arga mengerutkan keningnya. Aneh,
tak biasanya Raihan menanyakan hal-hal yang tidak begitu penting seperti ini.
“Lu kalo mau nanya soal Rania
ngomong aja deh nggak usah gitu” ucap Arga tiba-tiba, membuat Raihan terdiam
dan menghentikan segala aktivitasnya pada layar laptop dihadapannya.
“Dia baik-baik aja, masih ceria
kayak dulu tapi lebih banyak diam akhir-akhir ini” ucap Arga lagi
“Gitu ya, bagus deh” ucap Raihan
sekedarnya. Namun Arga tau dari ekspresi wajah Raihan bahwa Raihan sangat
penasaran akan kabar Rania saat ini.
“Aku gak tau Mas sebenernya kalian
ada masalah apa. Rania pun kalau aku bahas tentang kamu pasti dia menghindar. Kamu
pun kayak gini” ucap Arga kemudian
“Kita baik-baik aja kok” jawab
Raihan singkat
“Aku memang nggak punya hak untuk
menasehati kalian berdua. Tapi aku Cuma mau ngomong kalau ada masalah tolong
diselesaikan secara baik-baik. Jangan lari dari masalah”
“Siapa yang lari dari masalah”
tanya Raihan
“Kalian berdua. Mau sampai kapan
kucing-kucingan kayak gini?’
Raihan terdiam. Sungguh ia pun tak ingin
seperti ini. Sebenarnya Raihan bukannya tak ingin menghubungi Rania lagi, hanya
saja ia merasa malu dan bersalah karena membohongi Rania. Hari itu, hari dimana
Raihan dan Rania bertemu di Toko Kaktus itu, Raihan bisa melihat raut wajah
kekecewaan milik Rania. Dan Rania menutupinya dengan senyuman dan malah
menghampiri Raihan dan Nindy. Rania tidak marah, itulah yang membuat Raihan
begitu bersalah. Seharusnya Rania marah, ngambek seperti biasanya. Tapi kali
ini tidak Sungguh Raihan sangat merasa bersalah hari itu. Ia seperti telah
kehilangan Rania saat itu juga.
“Mas, aku tau tanpa harus bertanya
ke Rania langsung tentang bagaimana perasaannya ke elu. Harusnya lu lebih tau
gimana perasaan dia kan?” ucap Arga
“Aku tau”
“Kenapa lu malah lari?”
“Aku Cuma merasa bersalah” ucap
Raihan lirih
Arga menghela nafas panjang,
kemudian berkata
“Mas, itu cewek udah nggak kayak
dulu lagi. Aku nggak tau apa yang membuat dia jadi kayak gitu. Yang jelas lu
mesti peka sama perasaan dia. Aku nggak akan menyalahkan kalau misalnya lu
nggak bisa balas perasaan dia. Tapi lu tau kan akibat dari semua perhatian dan
sikap manis yang lu kasih ke dia? Inget Mas, dia itu juga cewek” ucap Arga
Raihan terdiam. Benar apa yang
dikatakan Arga. Selama ini ia hanya mendiamkan dan pura-pura tak tau atas
perasaan Rania. Entah apa yang harus dilakukan Raihan. Yang jelas ia sangat
merindukan Rania. Raihan ingin kembali seperti dulu, bercengkrama dengan Rania.
Apa yang harus Raihan lakukan untuk mengembalikan itu semua?
Comments
Post a Comment