Raihan dan Rania | PART 6



“Mas, itu cewek udah nggak kayak dulu lagi. Aku nggak tau apa yang membuat dia jadi kayak gitu. Yang jelas lu mesti peka sama perasaan dia. Aku nggak akan menyalahkan kalau misalnya lu nggak bisa balas perasaan dia. Tapi lu tau kan akibat dari semua perhatian dan sikap manis yang lu kasih ke dia? Inget Mas, dia itu juga cewek” ucap Arga

Raihan terdiam. Benar apa yang dikatakan Arga. Selama ini ia hanya mendiamkan dan pura-pura tak tau atas perasaan Rania. Entah apa yang harus dilakukan Raihan. Yang jelas ia sangat merindukan Rania. Raihan ingin kembali seperti dulu, bercengkrama dengan Rania. Apa yang harus Raihan lakukan untuk mengembalikan itu semua?
______________________________________________


Sementara Raihan tengah bergelut dengan pemikirannya sendiri, di lain tempat, Rania sedang asyik bermain di beberapa wahana yang ada di Sekaten. Rania tampak bahagia, akhirnya ia bisa sejenak melupakan beban yang selama ini menjadi penghalangnya untuk tetap tersenyum.  Cici yang melihat tingkah Rania pun ikut tersenyum bahagia. Temannya ini memang sedikit murung akhir-akhir ini.
Mereka yang kelelahan bermain kini duduk di bangku kecil. Cici tertawa melihat Rania yang ngos-ngos an karena sibuk memutari seluruh wahana di Sekaten.
“Aku beli minum dulu ya, Ran” ucap Cici
“Iyaa, nitip satu yang dingin ya” jawab Rania
“Siap bos”
(Play Music)


 Sepeninggal Cici, Rania terdiam di tempat duduknya. Ia memandang ke sekelilingnya.  Melihat betapa sibuk dan ramainya tempat ini. Hanya Rania yang merasa kesepian. Hatinya terasa kosong. Bahkan di tempat ramai seperti ini pun Rania tetap merasa kesepian. Cici datang membawa minuman, ia melihat wajah murung Rania.
“Heh ngelamun aja” ucap Cici sambil menepuk bahu Rania
“Eh kaget tau!” ucap Rania, cemberut
“Hahahaha kamu kenapa sih? Tadi ketawa sampe teriak-teriak. Sekarang murung”
“Gakpapa Ci. Aku Cuma kecapekan aja kok” jawab Rania sambil tersenyum

Cici menghela nafas panjang. Ia tahu temannya itu sedang tidak baik-baik saja. Semenjak kejadian di Toko Kaktus itu, Rania pulang dalam kadaan yang tidak baik-baik saja. Bibirnya tersenyum namun Cici tahu jika matanya menahan tangis. Rania terus diam selama perjalanan menuju kosnya. Cici pun tak mengajaknya bicara saat itu karena ia tahu pikiran Rania sedang kalut. Semenjak saat itu, Rania berubah menjadi sosok yang berbeda. Ia memang masih ceria, namun kini Rania lebih pendiam dari biasanya
“Mas Raihan belum menghubungi kamu ya?” tanya Cici
“Hmm belum” jawab Rania
“Mungkin dia sibuk ngerjain skripsi” ucap Cici
“Mungkin” jawab Rania singkat, lalu menengguk air dalam botol yang sedang dipegangnya
“Kalo kamu kangen, mending kamu yang chat duluan, Ran”
“Aku nggak mau mengganggu dia” jawab Rania


Cici terdiam. Ia tak tahu harus berkata apalagi untuk menghibur Rania. Satu-satunya hal yang bisa menghibur Rania hanyalah kehadiran Raihan. Namun yang Cici tahu, Raihan pun tak berusaha menghubungi Rania semenjak kejadian di toko kaktus itu. Seandainya Cici bisa, ia pasti akan mendatangi Raihan dan menonjoknya karena telah berani menyakiti sahabatnya. Namun jika Cici lakukan itu, Rania pasti akan marah.


Jarum jam menunjukkan pukul 11 malam. Rania dan Cici sudah kelelahan. Mereka memutuskan untuk pulang karena besok mereka ada kuliah pagi.
“Ci pulang yuk. Udah malem nih” ajak Rania
“Yaudah ayok. Tapi mampir indoapril dulu ya. Aku pengen beli mie goreng”
“Dih malem-malem makan mie? Padahal biasanya kamu sendiri yang bawel kalo aku makan mie” ejek Rania
“Yeee aku kan nggak keseringan kayak kamu!” jawab Cici tak mau kalah
Mereka tertawa dan segera pulang karena malam semakin larut.
­­­­­­­______________________________________________

Sesampainya di kos, Rania membersihkan dirinya. Cuci muka, sikat gigi, ganti baju dan akhirnya merebahkan diri diatas kasur empuknya. Layar ponselnya menunjukan pukul 00.15. Sudah selarut ini tapi Rania tak kunjung bisa memejamkan mata nya. Ingatannya melayang pada seseorang yang begitu dirindukannya. Ingin rasanya Rania bersua dengannya lagi, namun apalah daya? Ia terlalu malu untuk menyapa. Karena Rania tau, orang tersebut tidak memiliki perasaan sebagaimana perasaan Rania terhadapnya. Bulir airmata mulai menetes di pipi tembam Rania. Selama ini ia tak pernah menunjukkan tangisnya pada orang lain, bahkan pada orang terdekatnya seperti Cici. Rania selalu menangis sendirian. Mengadu kesedihannya pada gelapnya malam. Meraung pada bantal kesayangannya yang mulai basah oleh air mata. Rania terisak. Dadanya sesak karena nafasnya terbatas oleh bantal yang kini menutupi wajahnya. Rania tak ingin orang lain mendengar tangisan konyolnya. Ia tak ingin menghancurkan image selalu ceria yang disematkan orang-orang kepadanya. Yang orang lain tak tahu adalah betapa dalam kesedihan yang ditampungnya sendirian. Tidak, tak ada yang boleh tahu.

Setelah puas menangis, Rania kembali menatap layar ponselnya. Betapa terkejutnya hati Rania ketika di layar ponselnya menunjukkan panggilan masuk dari Raihan. Ada apa Raihan menghubunginya selarut ini? Apa tadi Rania tak sengaja memencet layar ponselnya sehingga membuat panggilan pada kontak Raihan, lalu Raihan meneleponnya balik? Berbagai pemikiran berkecamuk pada isi kepala Rania. Karena sibuk berpikir tanpa sadar panggilan itu sudah mati sebelum Rania sempat mengangkatnya. Lalu ada pesan masuk dari Raihan

“Udah tidur? Besok berangkat bareng aku ya. Aku mau ngomong”
Begitulah isi pesan dari Raihan. Jantung Rania berdebar. Ada apa? 
  
______________________________________________

Keesokan harinya Rania sudah bersiap dengan pakaian rapinya. Jantungnya berdebar sejak ia bangun tidur tadi. Sebenarnya apa yang hendak Raihan bicarakan dengannya? Dua bulan menghilang, mengapa Raihan datang lagi? Padahal Rania sedang berusaha terbiasa tanpa kehadiran Raihan, mengapa Raihan harus datang lagi? Jika hanya ingin meminta maaf, Rania sudah memaafkannya. Lagipula Raihan tidak salah. Itu haknya untuk pergi bersama siapapun. Rania tidak berhak melarangnya. Rania sadar akan hal itu.

“Aku udah di depan kos dek”
Pesan masuk dari Raihan itu membuyarkan lamunan Rania. Ia bergegas keluar. Ketika ia membuka pintu gerbang kosnya, terlihat Raihan sudah menunggunya.

“Ada apa mas?” tanya Rania
“Udah sarapan belum” ucap Raihan
“Belum”
“Cari sarapan yuk”
“Aku makan nanti aja sama Cici” tolak Rania
Raihan menghela nafas. Ia mengangguk mengikuti apa mau Rania. Kemudian mereka berangkat menuju kampus. Selama di perjalanan Raihan berusaha mengajak Rania mengobrol.

“Nanti habis kuliah ada acara nggak?” tanya Raihan
“Kenapa?”
“Tau nggak di depan kampus 1 ada kedai es krim yang baru buka. Mau coba?”
“Aku udah pernah kesana sama temanku”
“Tapi aku belum. Ayolah temenin Mas” bujuk Raihan
Rania yang sebelumnya bersikeras menolak akhirnya mengiyakan ajakan Raihan.

“Katanya mau ngomong”
“Nanti aja sambil makan es krim” jawab Raihan.
Rania hanya bisa menurut. Ia tak tau apa yang akan dibicarakan Raihan nanti. Yang jelas jika ini menyangkut perasaannya, maka Rania takkan mundur lagi. Rania memutuskan untuk tegas akan perasaannya terhadap Raihan. 










Comments

Popular posts from this blog

CERPEN | Menikahimu

Raihan dan Rania | PART 4