Raihan dan Rania | PART 7
“Katanya
mau ngomong”
“Nanti
aja sambil makan es krim” jawab Raihan.
Rania
hanya bisa menurut. Ia tak tau apa yang akan dibicarakan Raihan nanti. Yang jelas
jika ini menyangkut perasaannya, maka Rania takkan mundur lagi.
___________________________________________________________________________
(Play Music)
Jarum jam menunjukkan pukul 16.00.
Raihan dan Rania kini tengah duduk di dalam Kedai Eskrim di daerah kampus. Kedai itu tak terlalu besar, namun
bersih dan nyaman. Nuansanya yang teduh menambah kesan romantis di dalam Kedai
itu. Ditambah lagi dengan pantulan cahaya langit sore yang kemerah-merahan,
sungguh indah. Membuat semua orang tersenyum dan mensyukuri indahnya ciptaan
Tuhan tersebut.
“Kamu nggak
bosen makan es krim terus? Nggak takut gendut?” tanya Raihan membuka obrolan
“Lah kan tadi
Mas yang ngajak makan es krim” jawab Rania cemberut
“Hahaha yaudah
gausah cemberut gitu dong!”
“Dih apaan sih!”
Raihan tertawa. Sudah
lama ia tak melihat wajah cemberut Rania. Dua bulan sudah Raihan mengabaikan
orang yang kini ada dihadapannya. Raihan tau ia salah. Tapi Raihan sendiri tak
bisa bersikap tegas dihadapan Rania. Entah apa yang membuatnya menarik ulur
perasannya sendiri. Yang Raihan tidak sadari adalah perasaan orang bisa berubah
kapan saja tergantung waktu dan keadaan yang memaksanya untuk berubah. Bisa jadi
esok hari Rania sudah tak ada dihadapannya lagi. Bisa jadi esok hari perasaan
Rania telah berubah karena Raihan sendiri yang terlalu lama menarik ulur
perasaan Rania.
“Kamu masih
marah ya?” tanya Raihan
Rania yang
tengah fokus dengan es krim nya kini mengangkat wajahnya menatap Raihan.
“Marah kenapa?”
tanya Rania
“E-eh bukannya
kamu marah soal “waktu itu”?
“ “Waktu itu” yang mana?”
“Anu-u yang itu”
ucap Raihan mulai salah tingkah
“Yang mana?”
desak Rania
“Ck! Gak usah sok
lupa deh!” jawab Raihan kesal
“Apaan sih emang
aku gatau kok!” jawab Rania juga ikut kesal
Raihan menghelas
nafas panjang. Ia tahu Rania sengaja berpura-pura. Sedangkan Raihan sendiri
terlalu malu mengakuinya.
“Dek waktu itu
aku gak bermaksud untuk bohongin kamu”
Rania diam. Tangannya
sibuk memainkan sendok es krim, lalu berkata
“Kalau kamu mau
bahas yang itu, aku gak mau dengar, Mas”
“Kenapa?” tanya
Raihan
“Nggak mau
denger aja”
“Tapi kamu nggak
marah kan?”
“Kenapa harus
marah?”
Raihan terdiam. Ia
tak tau harus berkata apa lagi. Rania terlalu rumit utuk dipahaminya
Keduanya kini
terdiam. Sibuk dengan pikirannya masing-masing. Yang ada hanyalah suara musik
yang sedang diputar di dalam Kedai es krim itu. Memang saat itu suasana kedai
lumayan sepi sehingga semakin mendukung kecanggungan yang ada diantara Raihan
dan Rania.
“Gimana
skripsinya, Mas?” tanya Rania
“Pusing, Dek.
Revisi mulu”
“Yeee yang semangat
dong! Masa baru gitu aja loyo”
“Kamu sih
ngambek terus. Kan Mas jadi gak semangat” jawab Raihan sambil tersenyum
“Ihh kok jadi
aku sih”
“Iya lah kan kalo kamu ngambek
akunya jadi kepikiran kamu terus”
Blush!
pipi Rania memerah seketika karena mendengar ucapan Raihan. Rania pun jadi
salah tingkah. Tentu saja, siapa pula yang tidak salah tingkah jika ada lelaki
yang berkata seperti itu?
“A-aku nggak ngambek!” ucap Rania
yang mulai salah tingkah
“Hahahah kenapa jadi merah gitu
mukanya? Kamu ganti skincare ya?”
“Dasar
tidak peka!” umpat Rania dalam hati
“IYA! AKU GANTI SERUM!” bentak
Rania
Raihan hanya bisa tertawa melihat
tingkah gadis di depannya ini. Sebenarnya ia tahu bahwa Rania malu karena
ucapannya tadi. Memang dasar Rania gadis yang tinggi gengsinya, ia takkan
mengakuinya. Tiba-tiba hati Raihan terasa hangat. Perasaan yang sudah hilang
selama dua bukan terakhir ini kembali lagi ketika ia bercengkrama dengan Rania.
“Dek, maafin aku ya”
“Udah! Aku kan udah bilang aku
nggak mau bahas itu lagi. Lupakan, oke?”
“Nggak bisa. Aku bener-bener merasa
bersalah”
“LUPAKAN, MAS” ucap Rania penuh penekanan. Ia benar-benar tak ingin
mengingat ataupun membahas itu lagi. Sungguh menyakitkan bagi Rania.
“Tapi aku tahu kamu pasti kecewa
sama aku, Dek”
“Memang” jawab Rania singkat
“Mas harus gimana? Supaya adek
manis Mas ini nggak ngambek terus?”
“Minggu depan dateng ke acaraku ya”
“Acara apa?” tanya Raihan
“Acara biasa, tapi bagiku ini luar
biasa karena ini acara pertamaku”
“Iyaaa tapi acara apa?” tanya
Raihan penasaran.
“Pokoknya minggu depan harus
dateng! Hari Jumat, jam 8 di FEB”
“Terus aku disuruh ngapain kalo
udah sampe sana?”
“Datang aja, lima menit aja habis
itu pergi juga gakpapa kok”
“Dihh aneh kamu mah!”
“Datang atau aku ngambek selamanya?”
ancam Rania
“Astagfirullah... iya iya” jawab
Raihan pasrah
“Nah gitu dong!”
Akhirnya mereka pun berdamai,
seperti dua insan yang dulunya sempat jauh karena terkaman rasa ketidakpastian
akan amarah mereka sendiri, akhirnya kembali dekat meski masih ada dinding yang
menghalangi. Tak apa, setidaknya saling menunjukkan senyum manis sudah cukup
bagi dua insan tersebut. Dua insan itu pun saling bercengkrama, menceritakan
apa yang telah mereka lalui selama dua bulan tak bersua itu. Menyedihkan namun
membahagiakan ketika mereka saling merindukan namun tak bisa saling menyapa
hanya karena sesuatu yang tak bisa dijelaskan satu sama lain.
“Pulang yuk. Udah mau maghrib” ajak
Rania
“Iyaa ayo”
Langit sore menampakkan kilau
ke-ungu-unguan itu nampak indah. Sinarnya jatuh ke wajah lembut lelaki yang
kini membonceng Rania. Ia tersenyum. Akhirnya lelakinya telah kembali bersenda
gurau dengannnya meski belum sebaik yang dulu namun Rania percaya perlahan tapi
pasti, ia bisa mengembalikkan apa yang telah rusak selama dua bulan ini. Ya,
Rania kembali memupuk harapannya lagi.
“Kita mampir beli pisang nugget
dulu ya” ajak Raihan
“Pisang nugget? Tumben”
“Bukan buat aku, tapi buat kamu”
“Hah? Aku kan nggak minta” tanya
Rania
“Sebagai permintaan maafku” jawab
Raihan sambil tersenyum
Rania diam. Dan Raihan menganggap
itu sebagai jawaban iya. Yang tidak Raihan sadari adalah pipi gadis yang kini
ada di jok belakangnya sedang merah merona menahan malu. Oleh karena itu Rania
terdiam. Ia tak ingin terlihat salah tingkah. Andai saja Raihan tahu, andai
saja...
Comments
Post a Comment